Jakarta, IDM – Sebanyak 46 prajurit dari berbagai satuan TNI AL menyelami bangkai kapal perang atau shipwreck eks Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI), yaitu RI Gadjah Mada, di Teluk Cirebon, Senin (20/1).
Wakil Kepala Staf Angkatan Laut (Wakil KSAL) Laksamana Madya Erwin S. Aldedharma, menjelaskan penyelaman bangkai kapal perang RI Gadjah Mada dilakukan di wilayah Teluk Cirebon, berjarak sekitar 3 mil dari bibir pelabuhan.
Di titik tersebut, terdapat bangkai kapal RI Gajah Mada yang dipimpin oleh Letnan Laut Samadikun yang saat itu bertempur dengan HrMs Kortenaer saat Belanda melakukan Agresi Militer I di Cirebon, pada 5 Januari 1947.
“Penyelaman sejarah (historical dive) ini juga menjadi salah satu cara untuk riset peninggalan arkeologi bawah laut, dengan mengidentifikasi sisa bagian kapal yang ada saat ini, sebagai bukti tonggak kejayaan TNI AL hingga masa kini,” jelasnya, dikutip dari keterangan Dispenal.
Baca Juga: PT PAL Akan Perbaharui Sistem Sensor dan Senjata KRI Kerapu-812
Erwin menuturkan, latar belakang sejarah kepahlawanan inilah yang mendasari rangkaian kegiatan Hari Dharma Samudera di Cirebon.
“Kegiatan historical dive bangkai kapal menjadi bagian dari kegiatan riset sejarah TNI AL yang terus dikembangkan sebagai bagian dari penanaman kesadaran sejarah dan nasionalisme generasi muda indonesia,” tuturnya.
Menurutnya, bangkai kapal RI Gadjah Mada yang tenggelam tersebut merupakan artefak sejarah yang sebaiknya tetap berada di lautan.
“Sehingga sejarah tersebut bisa tetap menjadi kenangan abadi dan juga dapat menjadi ilmu warisan para leluhur kita kepada generasi penerus sampai kapan pun juga nantinya,” lanjut Erwin.
Baca Juga: Lusa, TNI AL dan KKP Sepakat Bongkar Pagar Laut Tangerang

Keberanian ALRI Lawan Kecanggihan Kapal Belanda
Mengutip dari Buletin Kesejarahan TNI AL, Pangkalan III ALRI di Cirebon pada Oktober 1946 silam membeli sebuah kapal jenis coaster dari Singapura dan menamakannya ‘Gadjah Mada’. Hal ini untuk memperkuat pertahanan Indonesia dari ancaman Belanda.
Kapal yang dibeli saat itu pada lambungnya masih tertera angka 408, maka juga dikenal sebagai Gadjah Mada-408. Ketika Pangkalan III ALTI tengah terlibat latihan perang laut sebagai bagian dari rangkaian latihan gabungan Angkatan Darat dan Laut, Polisi sertanlaskar-laskar di Karesidenan Cirebon, Gadjah Mada dihadang oleh kapal perang jenis jaeger torpedo AL Belanda, yakni HrMs Kortenaer di perairan Teluk Cirebon.
Akibatnya, pada 5 Januari 1947 terjadi pertempuran laut antara Eskader ALRI yang dipimpin oleh Letnan Laut Samadikun, berkedudukan di Gadjah Mada sebagai kapal bendera, dengan HrMs Kortenaer.
Baca Juga: Pasukan Perdamaian Indonesia Berhasil Musnahkan Bahan Peledak di Afrika Tengah
Untuk melindungi kapal-kapal lainnya dari incaran tembakan musuh, Gadjah Mada melakukan manuver penghadangan dan melancarkan tembakan mitraliur dengan gencar ke arah kapal Belanda. Tindakan tersebut berhasil memancing Kortenaer untuk mengarahkan serangannya hanya ke Gadjah Mada, sehingga Eskader ALRI berhasil meloloskan diri.
Akibat hantaman bertubi tubi dari kapal perang Belanda, akhirnya Gadjah Mada tenggelam dan Komandan Kapalnya Letnan Samadikun gugur di tempat, sementara seluruh anak buah kapal (ABK) ditangkap Belanda. Hanya seorang ABK, yaitu Letnan Laut Maming yang berhasil selamat berenang ke pantai Cirebon.
Adapun RI Gadjah Mada memiliki spesifikasi panjang 32 meter, berat kurang lebih 160 ton (terbuat dari kayu), lebar 5 meter, dan kecepatan 8 mil per jam. Kapal ini mampu menampung 30 awak, dilengkapi persenjataan 1 pucuk meriam pom pom kaliber 20 mm dan 1 pucuk mitraliur kaliner 12,7 mm buatan Jepang. (at)