Jakarta, IDM – Sejak Perang Dunia II hingga sekarang, kapal selam menjadi satu satunya senjata bawah air yang mematikan dan paling sulit di deteksi. Persenjataan itu dijuluki ‘The Silent Killer’.
Mungkin karena itulah Letnan Djodoe Ginagan, seorang perwira muda Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) pada 1947-1948, bermaksud membangun kapal selam untuk menambah kekuatan armada tempur Indonesia.
Kala itu putra kelahiran Sibolga, Sumatra Utara, 23 April 1918 dan lulusan Akademi Angkatan Laut Belanda di Den Helder membuat sebuah kapal selam mini (midget) secara mandiri dengan tujuan untuk bisa menghancurkan kapal perusak Angkatan Laut Belanda.
Baca juga: Jejak Halim Perdanakusuma, Merintis AURI Hingga Abadi Jadi Nama Pangkalan Udara
Kapal selam itu memiliki panjang 7 meter, lebar 1 meter, dan bobot 5 ton, dilengkapi dengan sebuah torpedo kapal terbang. Alat penggerak kapal tersebut sebuah mesin mobil Fiat berkekuatan 4 PK, sedangkan sebagian badan kapal digunakan untuk tangki bensin.
“Rencananya, midget ini akan digunakan untuk operasi khusus (special operation) yang awaknya sedang dilatih di Sarangan, Karanganyar,” tulis keterangan Dinas Sejarah TNI AL, dikutip di Jakarta, Jumat (13/9).
Pada Juni 1948, kapal selam itu menjalani uji coba di Kalibayem, sebelah barat Kota Yogyakarta. Kegiatan uji coba disaksikan langsung oleh Presiden Sukarno, Perdana Menteri sekaligus Menteri Pertahanan Mohammad Hatta, Panglima Besar Jenderal Sudirman, dan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Kolonel Raden Subijakto.
Baca juga: Monumen Sondakan “Nyempil” di Rumah Warga Tapi Menyimpan Aksi Heroik Perjuangan Mengusir Belanda
Kapal selam itu melewati rangkaian uji gerak, apung, dan selam dengan mulus. Namun naas, ketika saatnya digelar uji torpedo, tali pengikat torpedo tidak bisa lepas dari kapal. Akibatnya, kapal selamnya justru tertarik oleh torpedo.
“Dalam uji coba kapal selam tersebut berhasil melaju dan menyelam, kekurangannya belum bisa meluncurkan torpedo,” ujarnya.
Pada akhirnya, kapal selam eksperimental itu pun disita oleh pasukan Belanda saat menyerbu Yogyakarta, pada 19 Desember 1948. “Belum sempat dioperasikan oleh ALRI, kapal ini disita oleh Belanda pada Agresi Militer II,” pungkas keterangan tersebut. (at)