Minggu, 28 April 2024

Jelang Pergantian KSAU, Pengamat Ungkap Empat ‘Pekerjaan Rumah’ TNI AU

BACA JUGA

Jakarta, IDM – Pucuk komando di tubuh TNI Angkatan Udara (TNI AU) akan berganti. Pasalnya, Marsekal TNI Fadjar Prasetyo yang saat ini menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) akan memasuki masa pensiun pada April 2024 mendatang.

Seiring dengan pergantian sosok pimpinan tersebut, pengamat militer dan pertahanan, Khairul Fahmi turut menyoroti bagaimana TNI AU dihadapkan dengan setidaknya empat tantangan yang hingga saat ini masih menjadi ‘pekerjaan rumah’.

Pertama, yaitu pembangunan kekuatan udara. Dalam hal ini, Fahmi mengungkap setidaknya terdapat tiga aspek yang harus diperhatikan, antara lain aspek organisasi, teknologi, serta kesiapan operasi.

Baca Juga: Pengamat Sebut Dua Matra Perlu Mendapat Perhatian Khusus untuk Hadapi Tantangan di LCS

“Artinya, organisasi harus dikembangkan agar sesuai ragam ancaman, dengan mempertimbangkan kondisi geopolitik-geostrategis, juga harus mampu menjawab tantangan dan mengantisipasi kendala,” kata Fahmi kepada redaksi Indonesia Defense Magazine, beberapa waktu lalu.

“Aspek teknologi berarti kita membutuhkan alutsista udara yang bukan saja modern, tapi juga siap tempur, memiliki efek deteren yang memadai serta mampu beroperasi multimisi dan multiperan. Baik itu pesawat tempur, pesawat angkut, artileri pertahanan udara bahkan sistem radar,” sambung dia.

Sementara itu, kesiapan operasi terkait dengan bagaimana upaya TNI AU untuk menjaga kesiapsiagaan tempur; meningkatkan kecakapan SDM dalam pengembangan strategi operasi; serta penggunaan dan pemeliharaan alutsista. “Memastikan alutsista dalam keadaan terawat, terpelihara dan siap tempur, juga memastikan ketersediaan dukungan logistik,” ungkap Fahmi.

Baca Juga: Pengamat Sebut Penguatan TNI Diperlukan untuk Hadapi Konflik di LCS

‘Pekerjaan rumah’ TNI AU yang kedua terkait dengan belanja alpalhankam-alutsista. Perang Ukraina-Rusia telah menjadi bukti betapa pentingnya dominasi kekuatan udara (air power), baik yang melibatkan pesawat berawak, tak berawak, dan berbagai varian alutsista dengan persenjataannya. Untuk itu, menurut Fahmi, belanja alpalhankam dan alutsista harus dipastikan sesuai dengan kebutuhan TNI AU, bukan hanya sekadar keinginan.

Prajurit
Prajurit TNI AU. (IDM/Septo Ku Wijaya)

“Belanja itu juga harus merupakan bagian dari upaya membangun supremasi dan superioritas udara sebagai variabel penting untuk meningkatkan kewibawaan, bargaining position, dan mengamankan arah kepentingan nasional Indonesia agar tetap terjaga. Jadi walaupun kapasitas kekuatan udara saat ini masih kalah dari Australia dan Singapura, setidaknya upaya Indonesia untuk menjadi stabilisator kawasan sudah akan berjalan di jalur yang tepat,” jelasnya.

Pembangunan postur kekuatan tidak dapat terlepas dari apa yang disebut dengan Minimum Essential Forces (MEF), sehingga pencapaian MEF ini menjadi tantangan ketiga bagi sosok KSAU yang baru dan TNI AU.

Baca Juga: Pengamat Sarankan 4 Strategi untuk Pemerintahan Prabowo Terkait Masalah Keamanan di Kawasan

“Dilihat dari capaian MEF saja TNI AU masih paling bawah. TNI AU baru separuh capaian, baru mendekati 50 persen MEF. Itu artinya masih tertinggal dengan matra lain sehingga tentu saja perlu menjadi perhatian supaya peremajaan maupun pengembangan kekuatan ini tetap proporsional,” kata Fahmi yang juga Direktur Institute for Security and Strategic Studies (ISESS).

Yang terakhir, tantangan keempat bagi TNI AU terkait dengan interoperabilitas. Menurut Fahmi, sosok KSAU yang baru harus mampu meningkatkan interoperabilitas agar tercipta kemampuan bertindak bersama secara koheren, efektif dan efisien untuk mencapai tujuan taktis, operasional dan strategis. (nhn/yas)

BERITA TERBARU

INFRAME

Warga Jatiwaringin Antusias Saat Wing Komando I Kopasgat Bagikan Jumat Berkah

Wing Komando I Kopasgat membagikan nasi box kepada masyarakat daerah Jatiwaringin, Pondok Gede, Bekasi, Jumat (26/4).

EDISI TERBARU

sidebar
ads-custom-5

POPULER