Sabtu, 18 Mei 2024

Cerita Inspiratif Kopral Haryanto, Sopir Batalyon yang Kini Sukses Jadi Pengusaha Bus

BACA JUGA

Jakarta, IDM – Bagi pengguna jasa transportasi Bus, nama perusahaan otobus (PO) Haryanto sudah familiar didengar. Bus (PO) Haryanto ini sering berseliweran di jalan-jalan trans Jawa dengan melayani ratusan armada dengan trayek yang merambah ujung timur Jawa, Madura.

Namun tahukah kamu bahwa pemiliknya adalah seorang anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) berpangkat Kopral yang dulunya adalah seorang sopir. Berikut kisah inspiratif Kopral Haryanto dikutip dari berbagai sumber.

Haryanto melamar masuk TNI AD tahun 1979, menurutnya tekad jadi prajurit TNI lantaran tempat tinggalnya saat merantau ke Jakarta dekat dengan Markas Batalion Artileri Pertahanan Udara 1/Purwa Bajra Cakti (Yon Arhanud 1/Rajawali). Markas ini berada di Serpong, Tangerang.

“Kenangan masa kanak-kanak untuk menjadi tentara terus teringang dan akhirnya saya membulatkan niat untuk melamar masuk. Alhamdulillah saya lolos, lalu memulai pendidikan Secata di Gombong, Kebumen,” katanya.

Lima bulan mengikuti Secata (Sekolah Calon Taruna), Haryanto lulus dan berhak menyandang pangkat Prajurit Dua (Prada). Setelah lulus Haryanto ditugaskan di Batalion Artileri Pertahanan Udara I/Rajawali Serpong sebagai sopir batalyon.

“Saya dididik jadi pengemudi. Tugas saya mengangkut alat-alat berat, meriam, beras untuk logistik dan perminyakan. (Gaji tahun 1979) Sekitar Rp18.000 per bulan,” ujar Haryanto.

Sebagai pengemudi batalion, yang sudah pasti selalu bergelut dengan kendaraan bermotor, dimanfaatkan Haryanto untuk belajar berbagai hal tentang otomotif. Alhasil, pengetahuan tentang seluk-beluk kendaraan bermotor pun dia kuasai.

Memanfaatkan jam kosong di luar dinas, Haryanto mulai berpikir tentang mencari tambahan penghasilan. Satu-satunya pekerjaan yang kuasai dengan baik adalah mengemudi. Maka, ia pun bekerja sambilan sebagai sopir angkot.

Dengan gaji prajurit ditambah penghasilan tambahan sebagai sopir angkot, tahun 1982 Haryanto memberanikan diri meminang wanita pujaan hati, Suheni (pasangan ini dikaruniai tiga putra dan tujuh cucu).

Usai menikah, lazim jika kebutuhan sehari-hari bertambah. Dengan gaji tentara serta tambahan sebagai sopir angkot, tak jarang ia harus gali lubang utang, sekadar bisa membayar sewa kontrakan yang berukuran 3×4 meter.

Himpitan ekonomi, justru melecut tekad Haryanto untuk bekerja lebih gigih. Ia pun menabung menyisihkan sedikit dari penghasilan gajinya.

“Saya mulai bisa menabung. Kadang sepuluh ribu per hari, kadang lebih, kadang kurang, tergantung rezeki yang saya dapat,” ujarnya.

Tahun 1984, tabungannya mendekati satu juta rupiah. Bulat hati ia mencicil satu unit mobil angkutan kota (angkot) warna biru muda berikut izin trayeknya. Trayek R-03-A melayani jalur Pasar Anyar-Serpong.

“Tapi waktu itu jalannya belum sebagus sekarang. Masih banyak kebun karet. Lubang jalan di sana-sini,” ujarnya

Demi pundi-pundi rumah tangga, ia bahkan menambah jam kerja sebagai sopir. Suheni yang mengatur keuangan, termasuk tradisi menabung. Tak heran jika Haryanto bisa menambah jumlah angkot dari hasil tabungannya.

“Penghasilan tambahan juga kami dapat dari mengageni (jadi agen) tiket bus antarkota,” kata lelaki kelahiran Kudus, 17 Desember 1959 ini.

Ketekunan dan kerja kerasnya terbayar lunas dengan peningkatan penghasilan serta aset yang dimiliki. Jumlah angkot dari satu, tambah dua, tiga, empat, lima hingga tembus angka seratus unit. Hampir semua trayek ia punya. Bahkan, masih di sekitar tahun 90-an ia sudah membuka showroom khusus angkot.

“Cukup laris, tiap bulan bisa menjual 20 sampai 30 unit,” katanya senang.

Sementara itu, karier militer Suharyanto berjalan relatif mulus. Sejak masuk batalion tahun 1979 dengan pangkat Prajurit Dua (Prada) hingga tahun 2002, Haryanto sudah berpangkat Kopral Kepala.

Haryanto pun memilih pensiun, meski masih ada kesempatan mengabdi sampai usia 48 tahun, sesuai UU yang berlaku waktu itu.

“Karena pengabdian saya sudah melampaui batas 20 tahun, maka saya sudah bisa mengajukan pensiun. Uang pensiun saya waktu itu Rp80.000 per bulan,” ujarnya.

Bersamaan tahun pensiun, Haryanto merambah bisnis angkutan bus. “Saya dapat kepercayaan kredit dari BRI sebesar Rp3 miliar. Uang itu saya pakai untuk membeli enam unit bus dengan nama PO Haryanto. Logonya Menara Kudus,” ujarnya.

Baca: Lomba Ketangkasan Prajurit Julu Siri Sambut Penugasan di Papua

Awalnya, dia hanya mengoperasikan bus non-AC alias kelas ekonomi. Rutenya pun relatif pendek, yakni Cimone (Tangerang) -Cikarang (Bekasi) menempuh jarak 89 km.

“Di usaha bus, saya juga mengalami jatuh-bangun. Hingga saat ini trayek PO Haryanto melayani hampir semua kota besar di Jawa dan beberapa kota di Sumatera. Armada kami sudah lebih 250 unit bus,” ujar Haryanto.

Saking banyaknya armada, pool PO Haryanto tidak hanya di Tangerang dan Kudus, tetapi juga di sejumlah kota lain di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Haryanto bahkan sudah mengembangkan sayap bisnisnya ke usaha restoran dan SPBU. (rr)

BERITA TERBARU

INFRAME

Menhan Prabowo Serahkan Bantuan Bencana Alam di Sumatera Barat

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memberikan bantuan untuk korban bencana banjir bandang dan tanah longsor di Sumatera Barat (Sumbar), Kamis (16/5).

EDISI TERBARU

sidebar
ads-custom-5

POPULER