Selasa, 30 April 2024

S-75 Dvina, Rudal Andalan Indonesia Era Soekarno yang Ditakuti AS

BACA JUGA

Jakarta, IDM – S-75 Dvina merupakan sebuah sistem peluru kendali alias rudal darat ke udara yang dibuat oleh Uni Soviet (Rusia) yang disebutkan oleh mereka dengan C-75, sementara Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menyebutnya dengan SA-2 Guideline. 

Dilansir dari berbagai sumber, rudal permukaan ke udara ini pertama kali diproduksi pada 1957, S-75 telah menjadi rudal yang paling banyak digunakan dan didistribusikan dalam sejarah. S-75 juga diproduksi di Cina dengan nama rudal H-Q1 dan H-Q2.

Dvina memiliki jangkauan tembak sekitar 45-60 kilometer dan mampu menembak target yang terbang hingga ketinggian sekitar 22 kilometer di atas permukaan laut. Rudal ini bisa diluncurkan dari peluncur status maupun bergerak dari atas truck. Pada 1 Mei 1960 pernah menjatuhkan pesawat mata-mata U2 milik Amerika Serikat. Rudal Dvina ini juga digunakan dalam krisis rudal Kuba yang membuat dunia hampir di ujung perang nuklir.

Baca Juga: TNI AU Lahirkan Pramugari Militer Berkualifikasi Tinggi

Pada era pemerintahan Presiden ke-1 RI Soekarno, S-75 pernah memperkuat Armada Bersenjata Indonesia. Menurut buku Sang Kolonel Sang Ilmuwan (2009), S-75 dibeli militer Indonesia lantaran sebelumnya gagal mendatangkan rudal Nike buatan Amerika Serikat. Nike memiliki beberapa rudal, seperti Nike Ajax, Nike Hercules, Nike Zeus, dan Nike X. Rudal-rudal ini masih dipercaya untuk memagari langit Eropa sampai pertengahan dekade 1980-an.

Amerika Serikat pada saat itu tidak berkenan menjual Nike kepada Angkatan Udara RI (AURI) yang kala itu tengah berselisih dengan Belanda. Kendati demikian, utusan Indonesia Kolonel (Purn) Angkatan Udara Ir. Koesoediarso Hadinoto, mendapat kesempatan untuk melihat demonstrasi penembakan rudal Nike.

Saat kampanye Trikora pada 1960-an, AURI telah memiliki versi peluncur tersebut. Meskipun rudal ini tak sempat beraksi saat Operasi Trikora, tetapi kehadirannya membuat kekuatan militer Indonesia bahkan oleh Amerika Serikat sekalipun. Alasannya S-75 kala itu dianggap terbukti ampuh atau battle proven. Kabarnya, Belanda langsung mundur ketika mendapatkan informasi tentang kekuatan rudal ini.

Baca Juga: Simak Tujuh Fakta Sejarah Perjalanan Kapal Selam di Indonesia

S-75 mengusung sistem conical scan dengan dua antena yang untuk mengukur azimuth Dan elevasi. Untuk menghasilkan data pengukuran diperlukan waktu sedikit lebih lama, pengaruhnya adalah S-75 lebih rawan terhadap faktor alam, di mana radar for section dapat berubah-ubah. Perubahan itu membuat pengukuran posisi sasaran yang salah sehingga menyebabkan rudal meleset. Oleh karena itu, rudal tersebut memiliki hulu ledak relatif besar sekitar 200 kilogram.

Selain Indonesia, S-75 juga digunakan oleh Vietnam Utara selama perang Vietnam untuk mempertahankan Hanoi dan Hai Phong. Lebih dari 30 negara tercatat pernah menggunakan S-75 Dvina, tapi sayangnya akibat peristiwa G 30S PKI hubungan Indonesia dengan Uni Soviet sempat memburuk. Militer Indonesia kala itu kesulitan untuk memperoleh beberapa suku cadang rudal tersebut. Namun, AURI masih mampu mengoperasikan S-75 Dvina sampai akhir dekade 1970-an. Pada akhirnya, rudal S-75 Dvina dinonaktifkan awal 1980-an. (Aini Tartinia)

BERITA TERBARU

INFRAME

Warga Jatiwaringin Antusias Saat Wing Komando I Kopasgat Bagikan Jumat Berkah

Wing Komando I Kopasgat membagikan nasi box kepada masyarakat daerah Jatiwaringin, Pondok Gede, Bekasi, Jumat (26/4).

EDISI TERBARU

sidebar
ads-custom-5

POPULER