Jakarta, IDM – Marsekal Muda Anumerta Nurtanio Pringgoadisuryo adalah perintis industri pesawat di Indonesia pada 1950-an. Kecintaannya dan dedikasi terhadap kedirgantaraan, ditunjukkan dengan sejumlah uji coba pesawat berteknologi swayasa (pesawat terbang eksperimental buatan sendiri) pasca merdeka.
Nurtanio lahir di Kandangan, Kalimantan Selatan pada 3 Desember 1923. Sedari kecil, ia sudah memupuk cita-cita dan ambisinya di dunia kedirgantaraan. Mimpinya tersebut ia wujudkan saat bergabung dengan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) pada 1945.
Baca Juga: Prajurit TNI AD Bangun Rumah Baca bagi Anak Perbatasan Indonesia-Malaysia
Dilansir dari Brin.go.id, Nurtanio membuat pesawat pertamanya bersama dengan Wiweko Soepono pada tahun 1947. Dalam sebuah gudang kapuk di Magetan yang diubah menjadi bengkel, keduanya berhasil membuat Glider Zogling, sebuah pesawat tanpa mesin yang diberi nama NWG-1 Nurtanio-Wiweko-Glider.
Berkat kecerdasannya, AURI pun mengirim Nurtanio ke Filipina pada 1948. Selama dua tahun mengenyam pendidikan di FEATI, ia kembali ke Indonesia dengan gelar Bachelor in Aeronotical dan dipindah tugas ke Djawatan Teknik Udara di Lanud Husein Sastranegara dengan pangkat Letnan I.
Baca Juga: Mengenang Sejarah Bangsa Melalui Monumen Perjuangan Mempertahankan NKRI
Kemudian pada 1954, ia berhasil merakit dan uji coba pesawat bernama Sikumbang dengan kode Nu-200, yang merupakan pesawat pertama all metal dan fighter Indonesia. Pesawat ini dirancang sebagai pesawat intai bersenjata yang dapat dioperasikan di lapangan terbang tanah datar sepanjang 350 meter untuk lepas landas dan 150 meter untuk mendarat.
Perjalanan Nurtanio harus berakhir ketika ia bersama kopilot Soepadio gugur saat menerbangkan pesawat Arev (Api Revolusi) pada 21 Maret 1966. Setelah beberapa menit mengudara, pesawat tersebut mengalami kerusakan mesin dan jatuh di wilayah Tegallega, Bandung. (bp)