Minggu, 19 Mei 2024

JDS Gelar Master Class Bahas Manuver China di Laut Natuna Utara

BACA JUGA

Jakarta, IDM Jakarta Defense Studies (JDS) menggelar Master Class yang bertajuk “Meneropong Manuver China di Laut Natuna Utara” secara daring, Rabu (09/03).

Diskusi ini menghadirkan tiga pembicara yaitu Research Scientist CNA Heide Holz, Research Analyst CNA Ryan Loomis dan Senior Research Fellow Lee Kuan Yew School of Public Policy Evan Laksamana.

Acara yang digelar secara daring ini juga turut dihadiri oleh lebih dari 70 wartawan media nasional dan daerah.

Credit : Jakarta Defense Studies

Dalam pemaparannya, CNA menemukan adanya kesenjangan antara kebijakan dan retorika pemerintah Republik Rakyat China (RRC) mengenai perannya dalam lingkungan maritim transnasional dan aktivis terlarang yang dilaporkan telah dilakukan oleh para actor RRC.

“Aktivitas maritim ilegal yang dilakukan oleh para aktor RRC menimbulkan kerugian ekonomi dan lingkungan di berbagai negara pesisir. Dugaan aktivitas ilegal itu bertentangan dengan retorika resmi Beijing yang menunjukkan dukungan bagi hukum, peraturan, dan norma maritim internasional. Melanggar kedaulatan negara tersebut, dan merugikan warga negara tersebut,” jelas Heidi Holz.

Sementara itu, Research Analyst Ryan Loomis menyatakan, CNA mengamati pemerintah China selalu menggunakan metode silent atau sunyi jika ditemukan ada kasus kapal mereka melakukan pelanggaran maritim di negara lain.

Credit : Jakarta Defense Studies

“Silent itu merupakan taktik yang kami amati. Kasus oleh aktor China ini, tidak ada media China yang merespon tuduhan tersebut. Kemudian kapal China juga menyangkal semua tuduhan terlepas dari berbagai perbedaan transhipment di laut lepas,” kata Ryan.

Untuk diketahui, CNA merupakan lembaga think tank nonprofit yang berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS) di mana mereka melakukan penelitian mengenai berbagai pelanggaran yang dilakukan kapal milik atau berbendera Republik Rakyat China (RRC).

Pada kesempatan yang sama, Evan Laksmana mengatakan, masalah perselisihan batas maritim Indonesia dan China berbeda level dengan kasus China maupun Hongkong dan Taiwan.

Menurut dia, masalah pelanggaran China di Laut China Selatan, misalnya, itu bukan mereka mau mengokupansi, menginvasi, atau merebut semua sumber daya manusia (SDM) milik Indonesia. “Masalah kita beda level dengan Hongkong atau Taiwan,” ucap Evan.

Menurut Evan, terhadap negara-negara ASEAN, seperti Indonesia, China menggunakan Grey Zone Tactic yaitu taktik Zona Abu-Abu .

Credit : Jakarta Defense Studies

Taktik ini adalah melakukan apapun yang bukan perang dalam arti menggunakan kekuatan militer yang untuk mencapai kepentingannya.

“Salah satu contohnya adalah melalui proses pembuatan Code of Conduct antara China dan negara-negara ASEAN. ASEAN dan China ingin menciptakan Kode Perilaku untuk mengatur perilaku negara-negara di Laut Cbina Selatan. Karena negosiasi ini memakan waktu lama, China memanfaat jeda waktu ini untuk meningkatkan kapasitas militernya. Ia lalu melakukan taktik salami dengan membangun militernya di sekitar LCS,” jelas Evan.

Menurut dia, masalah pelanggaran kapal China yang masuk wilayah Indonesia di Laut Natuna Utara harus disikapi serius. Dia meminta semua lembaga atau institusi terkait untuk fokus menangani masalah itu secara integral, bukan berjalan sendiri-sendiri. Hal itu lantaran China kadang menjebak Indonesia dengan membuat istilah baru berupaya wilayah pencarian ikan tradisional dan semacamnya demi membenarkan tindakan mereka. (YAS)

BERITA TERBARU

INFRAME

Menhan Prabowo Serahkan Bantuan Bencana Alam di Sumatera Barat

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memberikan bantuan untuk korban bencana banjir bandang dan tanah longsor di Sumatera Barat (Sumbar), Kamis (16/5).

EDISI TERBARU

sidebar
ads-custom-5

POPULER