Senin, 29 April 2024

‘London Bridge Is Down,’ Lalu Selanjutnya Apa?

BACA JUGA

Jakarta, IDMLondon Bridge is Down adalah sebuah kode operasi yang bergema ketika Ratu Elizabeth II wafat pada usia 96 tahun di Kastil Balmoral, Skotlandia, Kamis (8/9). Operasi London Bridge adalah serangkaian prosedur yang telah dikoordinasikan dengan cermat untuk mengantisipasi kepergian Ratu Elizabeth II. Operasi ini mencakup pengumuman berita kematiannya di berbagai media, masa berkabung, proses pemakamannya, hingga rencana pemahkotaan pada pemegang takhta selanjutnya.

Operasi London Brigde tidak pernah dirilis secara resmi oleh Kerajaan, meskipun rencananya telah diketahui publik, salah satunya seperti dipublikasi oleh mediaPolitico pada tahun lalu. Dalam publikasi itu disebut bahwa serangkaian prosedur serupa diterapkan pertama kali untuk Raja George VI pada tahun 1952 yang diberi kode “Hyde Park Corner.” Kemudian untuk prosedur ketika Ratu Elizabeth II wafat, Istana Buckingham akan memberitahukan Perdana Menteri dengan menyebut kode “London Bridge is Down”, berita tersebut pun menyebar ke 56 Negara Persemakmuran Inggris, hingga akhirnya mengumumkan berita resmi.

Selama masa berkabung, seluruh bendera resmi yang berkaitan dengan negara tersebut diperintahkan untuk dikibarkan setengah tiang sesegera mungkin hingga sehari setelah Pemakaman Negara. Proses pemakaman membutuhkan waktu selama sepuluh hari. Pada hari ke-6 sampai ke-9 setelah wafatnya Ratu Elizabeth II, peti mati Ratu akan dibawa ke Istana Westminster dan dibaringkan ditengah aula. Peti tersebut akan dibuka selama 23 jam per hari agar tamu yang telah dikoordinasi dapat memberikan penghormatan terakhir. Kemudian pada hari ke-10, tempat peristirahatan terakhir rencananya akan berada di Kapel St. George atau lebih dikenal dengan sebutan King George VI’s Memorial Chapel.

Takhta Kerajaan Inggris otomatis diserahkan pada anaknya, Pangeran Charles, yang saat ini bergelar Raja Charles III, dilansir dari Royal.uk, Kamis (8/9). Raja Charles III pun akan menjadi Kepala Negara Persemakmuran Inggris yang berjumlah 56 anggota, sekaligus mendapat “Fount of Honour,” yaitu hak eksklusif untuk memberikan semua gelar bangsawan dan ksatria yang sah kepada orang lain dalam ruang lingkup Kerajaan Inggris.

Era Monarki Inggris baru, dibawah pemerintahan Raja Charles III, telah menjadi sorotan khalayak publik. Usianya yang kini 73 tahun, menjadikannya sebagai Raja tertua yang naik takhta secara garis keturunan yang berasal lebih dari 1.000 tahun lalu. Dilansir dari Reuters, Jumat (9/9), Pendapat publik telah terbagi menjadi dua kubu, yaitu pertama, mereka yang mencela bahwa raja baru tersebut tidak siap untuk berkuasa penuh dan mengungkit tragedi pernikahannya terdahulu dengan Putri Diana. Kedua, Suporter yang mengatakan bahwa seringkali Charles disalahpahami, padahal sebenarnya bijaksana dan peduli terhadap semua lapisan masyarakat. Seperti Badan amal Prince’s Trust-nya yang telah membantu lebih dari satu juta pemuda yang menganggur dan kurang beruntung sejak diluncurkan hampir 50 tahun yang lalu.

Sebelum menjadi Raja, Charles pun telah melakukan beberapa tugas kerajaan seperti kunjugan resmi dan mengontrol Angkatan Bersenjata Inggris. Dilansir dari AP, Jumat, (9/9), Pernikahan Charles dengan Camilla Parker Bowles, telah memberikan dampak positif pada keluarga kerajaan maupun masyarakat Inggris. Pada Februari lalu, Camilla dianggap memiliki keinginan tulus terhadap rakyat oleh Ratu Elizabeth II. (bp)

BERITA TERBARU

INFRAME

Warga Jatiwaringin Antusias Saat Wing Komando I Kopasgat Bagikan Jumat Berkah

Wing Komando I Kopasgat membagikan nasi box kepada masyarakat daerah Jatiwaringin, Pondok Gede, Bekasi, Jumat (26/4).

EDISI TERBARU

sidebar
ads-custom-5

POPULER