Senin, 29 April 2024

Laut China Selatan Ajang Baku Tembak?

BACA JUGA

Kekhawatiran akan perang meruak setelah badan legislatif tertinggi Beijing mengesahkan undang-undang baru yang memberi coastguard mereka lampu hijau untuk menembaki kapal asing di perairan yang diklaim China.

JAKARTA (IDM) – Konflik dan ketegangan di Laut China Selatan tak kunjung mereda. Ke depannya, situasi di perairan sengketa berpotensi kian memanas setelah China mengesahkan undang-undang baru, Coast Guard Law, Jumat (22/1/2021). 

Sebagaimana dilansir The South China Morning Post, Sabtu (23/1), undang-undang ini memberi coastguard China keleluasaan untuk “melakukan apa pun tindakan yang diperlukan, termasuk penggunaan senjata, ketika kedaulatan nasional, hak kedaulatan, dan yurisdiksi dilanggar orang asing, baik secara organisasi maupun individu.”

Dengan legislasi tersebut, coastguard secara otomatis memiliki kekuasaan untuk menghancurkan konstruksi asing yang dibangun di atas karang yang diklaim China. Dijelaskan pula kondisi-kondisi tertentu, di mana berbagai jenis persenjataan dapat digunakan—handheld, shipborne, atau airborne.   

Klaim Beijing atas hampir seluruh wilayah Laut China Selatan memang bukan hal baru. Mereka menegaskan kedaulatannya meski klaim ini berkelindan dengan enam negara lain, termasuk Indonesia di Laut Natuna Utara. Sengketa teritorial juga menyebabkan gesekan dengan Vietnam, Malaysia, Brunei, Taiwan, dan Filipina. 

Beijing pun rutin mengerahkan coastguard untuk mengusir kapal-kapal asing penangkap ikan dari Laut Cina Selatan. Beberapa di antaranya tenggelam atau ditenggelamkan.

China diketahui juga mengklaim kedaulatan atas sejumlah pulau di Laut China Timur yang saat ini dikuasai Jepang.

Amerika Serikat (AS) beserta sejumlah negara yang tergabung dalam ‘kekuatan Barat’ lainnya menyanggah klaim Beijing. Koalisi ini tak kalah rajin mengirim kapal perang untuk melakukan patroli ‘kebebasan navigasi (freedom of navigation—FONOP)’ di seputaran Laut Cina Selatan.

Tak heran, undang-undang anyar ini meningkatkan risiko yang salah satunya dapat mengakibatkan konfrontasi bersenjata dengan kapal-kapal China.

Berbicara kepada CNN, pakar diplomasi maritim Christian Le Miere mengingatkan, legislasi tersebut ‘menyerang jantung’ dukungan Amerika untuk kebebasan navigasi di daerah tersebut.

Coastguard China sudah melakukan sebagian besar tugas berat dalam aksi-aksi koersif maritim. Jadi, atas dasar ini, ada baiknya memeriksa undang-undang yang baru saja disahkan,” tambahnya. 

Ekspansi Eksistensi Militer

Dikenal menjadi jalur pelayaran tersibuk di dunia, Laut Cina Selatan memiliki cadangan gas alam dan minyak mentah bawah laut yang cukup besar.

Beberapa tahun terakhir, Beijing memperluas eksistensi basis militernya di perairan itu. Khususnya dengan membangun pangkalan, termasuk lapangan terbang, di pulau-pulau alami dan buatan. Mereka pun melebur sejumlah badan polisi maritim di bawah Angkatan Bersenjata dan membentuk pasukan coastguard.

Desember lalu, direktur intelijen nasional AS John Ratcliffe menulis artikel pedas yang menggambarkan China sebagai “ancaman terbesar bagi Amerika saat ini, dan ancaman terbesar bagi demokrasi dan kebebasan di seluruh dunia sejak Perang Dunia Ke-II”.

Menulis di Wall Street Journal, ia berkata: “Intelijennya jelas: Beijing ingin mendominasi AS dan seluruh planet ini secara ekonomi, militer, dan teknologi.”

Ketegangan antara AS dan China meningkat secara dramatis di bawah pemerintahan Donald Trump. Mencakup sektor perdagangan, pandemi COVID-19, hak asasi manusia, dan sejumlah sengketa wilayah. [issa]

BERITA TERBARU

INFRAME

Warga Jatiwaringin Antusias Saat Wing Komando I Kopasgat Bagikan Jumat Berkah

Wing Komando I Kopasgat membagikan nasi box kepada masyarakat daerah Jatiwaringin, Pondok Gede, Bekasi, Jumat (26/4).

EDISI TERBARU

sidebar
ads-custom-5

POPULER