Sekitar 25 juta orang di Sudan terancam mengalami bencana kelaparan akibat konflik yang terus berlangsung, demikian disampaikan Cindy McCain, Direktur Program Pangan Dunia PBB (WFP) pada waktu lalu.
Kepala Staf Komando Operasi Udara Nasional (Kaskoopsudnas) Marsda TNI Donald Kasenda, mewakili Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI M. Tonny Harjono, menghadiri pengiriman bantuan kemanusiaan untuk tiga negara sahabat, yakni Palestina, Yaman, dan Sudan.
Badan Kemanusiaan PBB (OCHA) mencatat bahwa konflik Sudan yang awalnya berpusat di Khartoum kini semakin meluas ke wilayah sekitar dan menyebabkan lebih dari 136.000 warga terpaksa mengungsi.
Konflik di Sudan telah menyebabkan lebih dari 10 juta warga sipil terpaksa mengungsi. Bahkan, sebagian besar dari mereka terancam kelaparan karena konflik turut berdampak pada terganggunya produksi pangan.
Sebuah kelompok hak asasi manusia internasional melaporkan bahwa pembersihan etnis telah dilakukan oleh Pasukan Paramiliter RSF Sudan dan sekutunya di negara bagian Darfur Barat.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) melaporkan bahwa Sudan merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia yang menghadapi kekurangan pangan ekstrem pada tahun 2023 akibat konflik.
Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) M. Herindra mewakili Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menghadiri pelepasan bantuan kemanusiaan Indonesia ke Mesir dan Sudan di Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (3/4).
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memperingatkan bahwa Sudan berpotensi menderita krisis kelaparan terbesar dalam sejarah akibat konflik bersenjata yang terjadi sejak tahun lalu.
Konflik yang terus berlangsung di Sudan diperkirakan semakin berdampak buruk pada masyarakat sipil. Martin Griffiths selaku Wakil Sekretaris Jenderal untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengatakan bahwa hampir lima juta warga Sudan berpotensi besar mengalami kelaparan dalam beberapa bulan mendatang.
Badan Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB atau OCHA mengatakan bahwa konflik bersenjata yang telah berlangsung selama enam bulan antara militer Sudan dan kelompok paramiliter telah menewaskan hingga 9.000 orang.
Iran dan Sudan sepakati langkah untuk memulihkan hubungan diplomatik usai tujuh tahun terputus. Kesepakatan itu diraih melalui proses diskusi kedua pihak yang cukup lama.
Pemimpin Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan mendesak PBB untuk menetapkan kelompok militan RSF sebagai teroris karena telah melakukan kejahatan perang di negara tersebut.
Pemimpin Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan memperingatkan PBB bahwa konflik di negaranya bisa meluas ke negara-negara tetangga di Afrika. Ia pun mendesak penguatan tekanan internasional terhadap unit paramiliter RSF.
Konflik bersenjata antara tentara Sudan dan Paramiliter Rapid Support Forces (RSF) terus berlanjut usai gencatan senjata pada akhir pekan. Bentrokan ini memasiki minggu ke-12 tanpa terlihat adanya upaya damai.
Konflik bersenjata antara tentara Sudan dan Paramiliter Rapid Support Forces (RSF) kian memanas pasca gencatan senjata. Sebelumnya, kedua pihak bertikai sepakat untuk melakukan gencatan senjata selama 24 jam, terhitung mulai Sabtu (10/6).