Jakarta, IDM โ Pemerintah Belanda yang masih belum merelakanย kemerdekaanย Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, masih terus berupaya menduduki dan menguasai beberapa wilayah hingga perperangan tidak bisa dielakkan.
Salah satu pertempuran yang harus dikenang adalah di Teluk Sibolga yang terjadi pada 10 dan 12 Mei 1947. Perang ini melibatkan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Sibolga melawan Angkatan Laut Belanda. Pertempuran berawal dari patroli laut oleh Angkatan Laut Belanda di wilayah pesisir barat Sumatra dengan tujuan untuk memblokade laut Indonesia. Kapal yang digunakan untuk operasi tersebut adalah kapal jenis penjelajah torpedo, HrMs Banckert JT-1.
Melansir dari laman Lantamal II, Sabtu (25/1), pada 9 Mei 1947 terjadi perselisihan yang diawali dengan kedatangan kapal Angkatan Laut Belanda sedang patroli di pantai barat Sumatera. Kala itu, mereka hendak menangkap dan memeriksa kapal dagang asal Singapura yang dituduh melakukan penyelundupan. Kapal tersebut tanpa diketahui oleh pihak Angkatan Laut Belanda, terdapat dua anggota ALRI Sibolga, tetapi akhirnya berhasil dikembalikan ke pelabuhan Sibolga menggunakan sekoci.ย
Baca Juga: Ini Alasan Mengapa Tank Amfibi Marinir Bisa Mengapung di Air
Setelah peristiwa tersebut, residen Tapanuli, Ferdinand Lumban Tobing mengambil tindakan dengan mengirim surat kepada komandan kapal perang Angkatan Laut Belanda yang berisi teguran untuk segera meninggalkan Teluk Sibolga, karena daerah tersebut merupakan wilayah kedaulatan RI.
Keesokan harinya, kapal perang Angkatan Laut Belanda kembali berlayar di Teluk Sibolga dan menurunkan sebuah sekoci yang hendak menangkap awak kapal dagang tersebut. ALRI segera mengambil sikap dengan menyiapkan pertahanan, menempatkan beberapa penembak jitu di Bukit Ketapang, dan mengirimkan utusan dari pihak RI, Letnan Oswald Siahaan untuk melakukan perundingan dengan Angkatan Laut Belanda.
Namun, komandan kapal Angkatan Laut Belanda, Mayor G Kondys mengirimkan sebuah sekoci berisi pasukan yang menembaki perahu utusan RI. Kemudian, terjadi baku tembak antara kedua pihak. Penembak jitu dari ALRI Sibolga, Letnan Arie Poloan bersama pertahanan di garis pantai ikut menembakkan sekoci milik Angkatan Laut Belanda hingga berhasil memukul mundur.
Lalu, pada 11 Mei, HrMs Banckert JT-1 kembali muncul di Teluk Sibolga dengan posisi jauh dari garis pantai. Mereka menuduh pihak RI menyembunyikan awak kapal dagang dari Singapura tersebut. Selanjutnya, pihak Angkatan Laut Belanda mengutus seorang nahkoda kapal pencalang asal Nias yang mereka tawan untuk mengirim surat ke residen Tapanuli agar menyerahkan awak kapal dagang tersebut kepada Angkatan Laut Belanda.
Baca Juga: Peran Kapal Selam dalam Pengamanan Jajak Pendapat di Timor-Timor Tahun 1999-2000
Pihak RI membantah hal tersebut dan meminta agar kapal perang Angkatan Laut Belanda segera meninggalkan perairan Sibolga. Namun, permintaan diabaikan oleh Angkatan Laut Belanda sehingga terjadi baku tembak
Penembakan pertama dimulai oleh pasukan ALRI Sibolga, disusul oleh tembakan dari berbagai pos komando pihak RI yang mengarah kepada kapal perang Belanda. Kemudian, kapal perang Angkatan Laut Belanda melakukan serangan balasan membabi buta yang mengakibatkan terbakarnya pos ALRI Sibolga, rumah-rumah penduduk di Ketapang, gudang pelabuhan serta beberapa kapal yang sedang berlabuh.
Korban jiwa dari pihak RI yang diketahui adalah Letnan Lase, Letnan Muda Alimun Hutagalung, Kopral Buyung Sinaga, dan Kopral Toto Harahap. Sementara yang mengalami luka berat adalah Letnan Sulaiman, Kelasi Amir Pohan dan dua orang warga sipil. Selanjutnya, kapal Angkatan Laut Belanda meninggalkan Teluk Sibolga bersama pesawat Catalina yang mengevakuasi korban dari pihak mereka. (at)