Jakarta, IDM – Pada tahun 1999-2000 di masa bergejolaknya konflik Timor-Timor, kapal selam TNI AL memiliki peranan penting dalam pengamanan jejak pendapat di Timor-Timor.
Dilansir dari majalah Ghora Wira Madya Jala, Rabu (1/1), diceritakan bahwa Australia melakukan campur tangan melalui resolusi PBB yang tergabung dalam misi multinasional International Force for East Timor (Interfet) sehingga menambah keruh suasana. Hubungan Indonesia dan Australia mencapai tensi tertinggi terkait campur tangan Australia dalam jejak pendapat di Timor-Timor.
Australia menjadi negara penyumbang pasukan terbanyak di Interfet, yang bertugas menjaga serta mengatasi krisis keamanan dan kemanusiaan di Timor-Timor.
Baca Juga:Â Kilas Balik Pembentukan Skadron Percobaan Helikopter TNI AU
Keberadaan pasukan TNI di wilayah tersebut menyebabkan suasana semakin panas, karena bisa saja sewaktu-waktu terjadi singgungan dengan Interfet, jika tak ada koordinasi yang baik dalam menjalankan tugas masing-masing.
Pada saat itu, kapal selam KRI Cakra-401 yang sedang melaksanakan patroli di laut, tiba-tiba menangkap suara baling-baling kapal asing bergerak mendekat ke arah Timor-Timor. KRI Cakra-401 pun segera merespons dan mendekati sumber suara tersebut, sampai ketika jarak semakin dekat melalui periskop, terlihat sumber suara baling-baling itu berasal dari iring-iringan kapal perang jenis angkut tank atau landing ship tank (LST), yaitu HMAS Kanimbla milik Angkatan Laut Australia yang dikawal oleh dua kapal perang fregat tempur milik Selandia Baru.
Keberadaan kapal-kapal itu melanggar hukum internasional dengan memasuk teritori laut Indonesia tanpa izin menuju Dili, Timor-Timor.
KRI Cakra-401 segera melakukan penindakan dengan bergerak mendekat, agar ketiga kapal itu masuk dalam jangkauan serangan torpedo. Kedua kapal fregat kemudian segera mendeteksi adanya kapal selam mendekat, tetapi mereka tidak mengetahui keberadaan persis kapal selam.
Baca Juga: Mengenal Daan Mogot, Mayor Muda yang Namanya Diabadikan Jadi Nama Jalan
Kedua fregat pengawal HMAS Kanimbla yang kebingungan segera bersiap dalam posisi tempur untuk menghadapi KRI Cakra-401. Sementara Komandan HMAS Kanimbala yang mengetahui kapalnya akan ditenggelamkan dengan tembakan torpedo segera menjalin komunikasi dengan pemerintah Australia atas kejadian yang menimpa mereka.
Hal tersebut membuat pemerintah Australia di Canberra segera melakukan kontak komunikasi dengan pemerintah Indonesia di Jakarta dan meminta agar menetralisir keadaan tersebut serta meminta izin untuk berlayar menuju Dili.
Setelah mendapat perintah dari Jakarta, KRI Cakra-401 mempersilahkan iringan konvoi kapal perang Angkatan Laut Australia tersebut menuju Dili, karena pihak pemerintah Australia telah diberikan izin oleh pemerintah Indonesia. (at)