Jakarta, IDM – Mungkin sebagian orang belum mengetahui bahwa di tengah Kota Yogyakarta antara jalan Jenderal Sudirman dan jalan Oerip Soemohardjo terdapat sebuah bunker bekas peninggalan tentara Jepang.
Bunker tersebut tepat berada di Museum TNI AD Dharma Wiratama yang juga merupakan bangunan bersejarah, bekas Markas Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pertama tempat Jenderal Besar Sudirman bertugas.
Menurut penjelasan Kepala Badan Pelaksana Museum dan Monumen Pusat, Dinas Sejarah Angkatan Darat (Kabalakmusmonpus Disjarahad) Kolonel Infanteri Budi Mawardi Syam yang ditemui Indonesia Defense Megazine bulan September lalu, mengatakan kondisi bunker tersebut masih utuh dan asli.
Baca Juga: Komar-Class, Generasi Pertama Kapal Cepat Rudal TNI AL
“Bunker Jepang ini berada di belakang gedung. Bangunan bawah tanah itu diyakini dibangun antara tahun 1942-1945 oleh serdadu Jepang, untuk digunakan sebagai tempat persembunyian jika sewaktu- waktu diserang pesawat tempur tentara sekutu,” jelas Mawardi.
Ukuran bunker tidaklah terlalu besar. Panjangnya kira-kira 20 barisan serdadu Jepang, lebarnya tiga bahu orang dewasa dengan lubang pintu masuk sangat kecil yang hanya bisa dilewati satu orang. Untuk masuk ke dalam bunker, pengunjung harus menuruni tangga kecil yang terbuat dari adukan semen kasar. Dinding bunker nampak dilaburi kapur putih.
Bau lembab khas ruang bawah tanah langsung terasa begitu berada di dalamnya, suasananya hening mencekam. Di tengah bunker terdapat dua bangku panjang yang diletakkan saling berhadapan. Di atasnya tergantung tiga foto serdadu Jepang yang sedang berpose di bunker. Wajah para serdadu ini tegang tanpa sedikitpun tersenyum.
Dari tengah bunker pengunjung akan menemukan lubang terakhir yaitu jalan untuk keluar. Di sini pengunjung harus sedikit bersusah payah karena mesti menaiki tangga besi dengan lebar hanya seukuran bahu orang dewasa.
Baca Juga: Mengenal Pesawat KT-1B Woong Bee, Pesawat Latih Lanjut TNI AU dan Andalan JAT
“Bunker ini sengaja kita lestarikan karena memiliki nilai sejarah yang tidak ada duanya, apalagi lokasinya yang berada di tengah kota, ini mungkin satu- satunya. Semuanya masih asli dari tangganya hingga ruangan sempit seperti itu. Kami hanya tambahkan foto-foto suasana bungker, serta pegangan tangga keluarnya, ini untuk memudahkan saja,” ujar Budi.
Kini, masyarakat yang berkunjung lebih mudah untuk melihat bunker tersebut. Mawardi juga menginisiasi sebuah kedai makan yang langsung terhubung dengan bunker.
“Ini sengaja dilakukan disesuaikan dengan zaman. Menarik generasi muda khususnya generasi Z untuk bercengkrama langsung dengan sejarah sambil nongkrong sekedar makan ataupun ngopi,” tutup Mawardi. (rr)
Tulisan ini sudah pernah dimuat di IDM edisi cetak