Jakarta, IDM – Pergantian orang nomor satu di matra laut, Laksamana TNI Muhammad Ali yang akan memasuki usia 58 tahun pada 9 April 2025 kembali menjadi sorotan. Besar kemungkinan proses suksesi Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) akan berjalan sesuai siklus normatif tanpa ada perpanjangan masa dinas pasca disahkannya revisi UU TNI. Hingga saat ini UU tersebut belum diundangkan sehingga dalam konteks penggantian KSAL, ketentuan lama masih akan menjadi acuan hukum.
Dalam konteks tersebut, konstelasi pemilihan KSAL mendatang akan mencerminkan dua hal: kesinambungan terhadap tradisi komando operasional TNI AL dan adaptasi terhadap tantangan pertahanan laut yang semakin kompleks.
Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menyebut saat ini terdapat sejumlah figur perwira tinggi berbintang tiga aktif yang berada dalam posisi strategis dan dapat menjadi kandidat KSAL pengganti Ali.
“Tantangan pertahanan ke depan menuntut seorang KSAL mampu menjadi jembatan antara ruang taktis dan ruang strategis, mengelola kekuatan armada sekaligus berkontribusi pada agenda pembangunan nasional dan diplomasi pertahanan maritim,” ucap Fahmi saat dihubungi di Jakarta, Selasa (25/3).
Baca Juga: PBB Apresiasi Prajurit TNI Bangun Jalan 72 Kilometer di Afrika Tengah
Dari jajaran perwira tinggi bintang tiga, lanjut Fahmi, terdapat dua nama yang menonjol, yaitu Wakil KSAL Laksamana Madya TNI Erwin S. Aldedharma dan Wakil Gubernur Lemhannas, Laksamana Madya Edwin.
Erwin S. Aldedharma merupakan lulusan AAL 1991 dengan pengalaman panjang di berbagai komando utama. Ia pernah memimpin Koarmada I, salah satu unsur kekuatan tempur utama TNI AL yang membawahi kawasan strategis barat Indonesia. Selain itu, ia juga menjabat sebagai Wakil Danjen Akademi TNI dan Pangkogabwilhan I.
Erwin dikenal sebagai figur yang sistematis dan konsisten, dengan kepemimpinan yang teruji di medan operasi. Di sisi organisasi, ia turut mengawal berbagai inisiatif perubahan internal dan modernisasi alutsista TNI AL.
“Keberadaannya di posisi Wakil KSAL saat ini juga menjadikannya bagian dari kesinambungan komando dalam tubuh TNI AL,” terang Fahmi.
Baca Juga: Menhan Sjafrie Kunjungi Lokasi Latihan Militer dari Papua Hingga Aceh
Sementara itu, Edwin, yang juga rekan seangkatan Laksdya Erwin, memiliki profil yang unik namun relevan dengan tantangan zaman. Edwin berasal dari Korps Pelaut, tetapi pernah memimpin kapal perang hingga menjadi Panglima Komando Lintas Laut Militer (Pangkolinlamil) sama seperti Erwin.
Edwin tercatat lama bertugas menjadi penerbang TNI AL hingga membawanya pada jabatan Komandan Pusat Penerbangan TNI AL (Danpuspenerbal)—kombinasi yang tidak lazim namun strategis karena memberi perspektif maritim dan aeronautika sekaligus.
Selain pernah menduduki jabatan-jabatan penting dalam ranah operasi TNI AL (Danpuspenerbal dan Pangkolinlamil), ia juga pernah bertugas di lingkungan penegakan hukum militer sebagai Danpuspomal kemudian Danpuspom TNI di masa Panglima TNI Yudo Margono, hingga jabatan yang terkait perencanaan strategis di lingkungan TNI AL dan Mabes TNI yaitu Asrena KSAL dan Asrenum Panglima TNI.
“Artinya, Edwin telah malang melintang di bidang operasi laut, logistik, hukum militer, dan perencanaan strategis, serta kini berada di jantung pemikiran kebijakan nasional melalui posisinya di Lemhannas,” jelas Fahmi.
Selain menjadi seorang prajurit, Edwin juga menulis buku Potensi Maritim untuk Swasembada Pangan, yang menjabarkan bagaimana sektor kelautan bisa menopang ketahanan pangan nasional.
Baca Juga: Danlanudal Biak Tekankan Prajurit untuk Bijak Menyikapi Polemik RUU TNI
“Pemikiran ini tidak hanya menggambarkan kedalaman visi, tetapi juga menunjukkan keselarasan dengan arah kebijakan Presiden Prabowo, yang menjadikan kemandirian pangan dan kekuatan maritim sebagai bagian dari pilar utama Astacita,” sambung Fahmi.
Tantangan yang dihadapi TNI AL tidak hanya bersifat operasional, tetapi juga konseptual. KSAL mendatang harus mampu menyelaraskan kebutuhan militer dengan tuntutan pembangunan nasional. Peran TNI AL tidak bisa lagi dipahami semata sebagai alat pertahanan yang juga memegang mandat penegakan hukum dan keamanan di laut, melainkan sebagai bagian integral dari strategi negara menghadapi dinamika Indo-Pasifik, krisis pangan dan energi global, serta ekonomi biru.
Revisi UU TNI yang membuka peluang penugasan perwira aktif secara lebih terarah di kementerian dan lembaga sipil yang relevan, juga menambah kompleksitas peran seorang KSAL. Pemimpin TNI AL ke depan idealnya memiliki kapasitas intersektoral dan mampu menjembatani relasi sipil-militer secara konstruktif.
Dalam konteks ini, nama-nama seperti Erwin dan Edwin menjadi simbol dari dua arah yang saling melengkapi: antara kesinambungan dan pembaruan.
“Pilihan tentunya berada di tangan Presiden Prabowo Subianto, untuk menentukan nakhoda baru yang akan membawa TNI AL melintasi gelombang zaman,” tutup Fahmi. (nhn)