Jakarta, IDM – Pakar Hubungan Internasional mengatakan bahwa kelompok Hamas tidak akan hancur setelah kematian kepala politik Ismail Haniyeh akibat serangan udara Israel saat mengunjungi Iran pada beberapa waktu lalu.
Dilansir dari TASS, Kamis (1/8), pakar hubungan internasional di Universitas Prince of Songkla, Roostum Vansu menyimpulkan hal tersebut karena kematian pemimpin Hamas oleh Israel itu bukanlah yang pertama kalinya.
Sebelumnya, Israel telah membunuh beberapa pemimpin senior Hamas, termasuk pendiri Hamas Sheikh Ahmed Yassin (dibunuh pada 2004), Abdel Aziz al-Rantisi (2004), Marwan Issa (2024), Saleh al-Arouri (2024), dan yang terbaru, Ismail Haniyeh.
Baca Juga:ย Pemimpin Hamas Terbunuh, Iran Bersumpah akan Balas Serangan Israel
“Menurut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, ia menargetkan para pemimpin Hamas baik di dalam maupun di luar Gaza, percaya bahwa ini akan melemahkan kelompok tersebut dan akhirnya menyebabkan keruntuhannya,” katanya.
“Namun pertanyaan yang harus diajukan adalah apakah kebijakan Israel di masa lalu untuk membunuh para pemimpin Hamas sebenarnya telah melemahkan Hamas. Jawabannya adalah tidak. Israel telah gagal untuk mencabut Hamas,” tambahnya.
Menurutnya, kematian siapapun di kalangan pemimpin Hamas tidak akan mempengaruhi komitmen kelompok itu untuk menghancurkan Israel dan menghapus pendudukan di Palestina.
Baca Juga:ย Ukraina Terima Pesawat Tempur F-16 Pertama
“Hamas adalah partai politik, ideologi politik yang menentang pendudukan Israel. Orangnya mungkin mati, tetapi ideologinya tidak pernah mati. Pemimpin satu generasi terbunuh dan digantikan oleh pemimpin baru tanpa henti, selama masalah utamanya tidak terpecahkan, yaitu pendudukan Israel atas Palestina,” imbuhnya.
Kemudian, ia menilai alasan lain di balik pembunuhan Haniyeh adalah karena Israel tak kunjung mencapai tujuannya dalam menguasai wilayah Gaza. Sehingga, mereka terus berupaya membunuh pemimpin Hamas.
“Karena tidak dapat mencapai tujuan perang ini, yaitu untuk menggulingkan Hamas, satu-satunya jalan yang tersisa adalah membunuh pemimpin Hamas. Ini mungkin satu-satunya keberhasilan yang dapat disebut sebagai kemenangan dalam perang dan akhirnya mengakhiri perang,” jelasnya. (bp)