Jakarta, IDM โ Selasa, tanggal 9 Desember 1947 adalah hari yang mungkin tidak akan dilupakan penduduk Rawagede (sekarang Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang). Pagi-pagi sekali pasukan Belanda pimpinan Mayor Alphons J.H Wijnen sudah mengacak-acak Desa mereka dengan rentetan senjata. Mereka mencari Lukas Kustaryo.
“Warga dikumpulkan dalam kelompok kecil 10-30 orang, dengan todongan bedil dipaksa mengatakan di mana keberadaan Lukas Kustaryo. Warga bungkam. Hilang kesabaran semua dibantai habis oleh Belanda,” tulis Her Suganda dalam buku “Rengasdengklok, Revolusi dan Peristiwa 16 Agustus 1945.”
Baca Juga: Martha Christina Tiahahu, Berjuang Melawan Belanda di Usia Muda
Lalu siapakah sebenarnya Lukas Kustaryo?
Dalam buku “Para Jago dan Kaum Revolusioner Jakarta 1945-1949,” karangan Robert Cribb dijelaskan, dalam operasi sergap yang dilakukan sekutu pada tanggal 27 Desember 1945 membuat banyak gerilyawan dari Jakarta terdesak dan lari ke Karawang. Salah satu gerilyawan tersebut kemungkinan adalah Lukas Kustaryo. Dia adalah eks prajurit PETA yang pada pascakemerdekaan bergabung dengan Brigade III/Kian Santang, Purwakarta. Lukas kemudian menjadi Komandan Kompi Batalyon I Sudarsono/Kompi Siliwangi.
Baca Juga: Kisah Satuan Pemberontakan 88 yang Hancurkan Kereta Belanda di Purwakarta
Di Karawang, Lukas dikenal sebagai gerilyawan yang menjengkelkan Belanda. Bayangkan saja ia sering mengacak-acak pos-pos Belanda di malam hari dengan menyamar menggunakan seragam KNIL, setelah itu dia menghilang dan muncul kembali di hari berikutnya.
Akibatnya Belanda murka, kepala Lukas dihargai 10 Gulden. Saat pembantaian di Rawagede, Lukas lolos karena sebenarnya dia tidak berada di tempat. Dia menginap di Desa tetangga Rawagede yaitu Pasirrawi. (rr)