Minggu, 20 April 2025

Kemhan: Penerapan Wajib Militer di Indonesia Butuh Biaya Besar

Jakarta, IDM โ€“ย Karo Infohan Setjen Kementerian Pertahanan (Kemhan) Brigjen Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang, mengatakan program wajib militer di Indonesia saat ini bersifat sukarela melalui komponen cadangan (komcad).

Menurutnya, jika diterapkan “wajib” seperti di sejumlah negara lainnya, di antaranya Korea Selatan, Singapura, dan Jerman membutuhkan biaya yang besar.

“Kita memang saat ini sifatnya sukarela, melalui komcad, kemudian juga ada bela negara. Mungkin kalau misalnya kita sudah punya anggaran jauh lebih banyak, bukan tidak mungkin kita bisa menerapkan kebijakan yang lebih maju, seperti wajib militer. Tapi tentunya, ini butuh biaya yang banyak,” kata Frega saat diskusi daring Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS), Jakarta, Kamis (17/4).

Baca Juga: Karo Infohan: Malaysia Tertarik Joint Venture dengan Industri Pertahanan Indonesia

Frega menekankan program wajib militer bukan sebagai bentuk militerisasi, melainkan tanggung jawab yang diamanatkan dalam konstitusi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

“Bukan berarti jangan dilihat ini sebagai bentuk militerisasi ya, tapi ini adalah bentuk tanggung jawab, bagaimana amanah konstitusi adalah pertahanan adalah hak dan kewajiban setiap warga negara,” lanjutnya.

Indonesia mengacu pada konsep Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) yang terdiri dari komponen utama militer serta komponen pendukung dan cadangan dari masyarakat sipil.

Baca Juga: Pangkoopsudnas Tinjau Kesiapan Operasi Tiga Lanud Jelang Kedatangan Pesawat Tempur Rafale dan PTTA Baru

“Saat ini memang dengan keterbatasan anggaran yang kita punya, kita baru mencetak beberapa ribu (komcad) dan tentunya melalui seleksi. Mereka pun juga sewaktu-waktu ada kondisi darurat (harus) siap untuk dimobilisasi,” ujar Frega.

Keterlibatan TNI dan sipil dalam pertahanan Sishankamrata, diperuntukkan menangani kondisi atau ancaman tertentu sebagai bentuk kesatuan teritorial. Frega menjelaskan, penanganan selama pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu merupakan contoh kemanunggalan TNI dengan rakyat.

“Apabila ada skenario seumpama misalnya terjadi konflik, kemudian melibatkan rakyat, ya tentunya kita tahu salah satu tugas dari kesatuan teritorial itu adalah menyiapkan ralat juang ruang alat dan kondisi. Bicara ruang ini berarti secara geografis. Jadi, teritorial itu dilakukan untuk menyiapkan dalam kondisi-kondisi tertentu,” jelasnya.

Baca Juga: TNI Akan Kirim Dokter ke Gaza, Ada Spesialis Anak Hingga Ortopedi

“Nah, yang paling nyata adalah ketika kemarin Covid-19 itu sebenarnya salah satu bentuk perang yang tidak terlihat. Ruang secara geografis ada wilayah yang dilakukan pembinaan, dengan Babinsa, Koramil, Kodim. Jadi, menyiapkan bila ada hal-hal darurat tersebut,” sambungnya.

Oleh karena itu, menurutnya kemanunggalan TNI dengan rakyat harus selalu dijaga, tidak menginterpretasikan konsep pertahanan yang diterapkan di Indonesia saat ini sebagai wujud dwi fungsi.

“Sering kali masyarakat ini menginterpretasikannya agak sedikit berbeda karena trauma dengan pada saat praktik di orde baru, menganggap itu adalah dwi fungsi padahal itu tidak. Itu adalah penerjemahan dari sistem pertahanan keamanan rakyat semesta, di mana kemanunggalan TNI dengan rakyat itu terus dijaga,” tuturnya. (at)

Berita Terkait

Berita Terbaru

INFRAME

Upacara Pelepasan Satgas Kontingen Garuda UNIFIL 2025

Personel Satgas Garuda UNIFIL mengikuti upacara Pelepasan Satgas TNI Kontingen Garuda UNIFIL 2025 di Lapangan Prima, Mabes TNI, Jakarta, (9/4). Para personel tampil dalam formasi lengkap dengan perlengkapan tempur, dan mengenakan baret biru muda.

Edisi Terbaru

Subscribe hubungi bagian Sirkulasi
WhatsApp 0811 8868 831
isi form subscribe

Baca juga

Populer