Rabu, 12 Maret 2025

Revisi UU TNI Masuk Prolegnas Prioritas 2025, Pengamat Militer: TNI Sebaiknya Tidak Terlibat Bisnis dalam Bentuk Apapun

Jakarta, IDM – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada Selasa (18/2) resmi menyetujui Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 yang berarti harus dirampungkan pada tahun ini.

Pengusulan RUU TNI yang didasarkan pada Surat Presiden (Surpres) Nomor R12/Pres/2025 tertanggal 13 Februari 2025 ini dikhawatirkan menimbulkan perdebatan terutama terkait peran prajurit aktif dalam jabatan sipil, perpanjangan usia pensiun, serta penghapusan larangan prajurit berbisnis.

Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia, Mayjen TNI Hariyanto mengatakan bahwa TNI selalu menghormati dan mendukung setiap proses legislasi yang bertujuan untuk memperkuat institusi pertahanan negara, termasuk revisi UU TNI yang telah masuk dalam Prolegnas Prioritas DPR RI.

TNI, jelas Hariyanto, akan mengikuti dan memberikan masukan sesuai dengan kebutuhan organisasi serta kepentingan negara, termasuk yang berkaitan dengan revisi UU TNI.

Baca Juga: Operasi Trisila 2025, Dua Kapal Perang TNI AL Dikirim ke Natuna

“Beberapa isu yang mengemuka, seperti perubahan masa pensiun, penempatan prajurit di jabatan sipil, serta aspek lainnya, TNI akan memastikan agar hal tersebut tetap sejalan dengan tugas pokok TNI, yakni menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,” jelas Hariyanto di Jakarta, Rabu (19/2).

Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai, revisi UU TNI bukanlah upaya untuk mengembalikan dwifungsi ABRI, melainkan memberikan kepastian hukum dalam penugasan prajurit aktif di ranah sipil.

“Revisi ini memang memiliki urgensi, terutama dalam menyesuaikan aturan dengan putusan Mahkamah Konstitusi terkait usia pensiun prajurit serta dinamika ancaman yang terus berkembang,” ujar Fahmi di Jakarta pada Kamis (20/2).

Saat ini, lanjutnya, Indonesia menghadapi berbagai bentuk ancaman yang semakin kompleks dan tidak selalu bersifat konvensional. Selain potensi konflik bersenjata, tantangan di bidang pertahanan juga meliputi ancaman siber, ancaman hibrida, dan ketegangan geopolitik yang meningkat di kawasan.

Selain itu, ancaman non-militer seperti bencana alam, pandemi, dan gangguan keamanan di wilayah perbatasan juga menuntut kesiapan TNI dalam perannya sebagai alat pertahanan negara.

Baca Juga: Mabes Tanggapi Soal Revisi UU TNI, Kami Hormati dan Dukung

Dalam konteks ini, memang ada kebutuhan untuk memastikan bahwa TNI memiliki fleksibilitas dalam merespons berbagai skenario yang dapat mengancam stabilitas nasional. Namun, perlu ada kejelasan mengenai batasan dan ruang lingkupnya.

Dari beberapa poin yang menjadi perhatian publik dalam revisi UU TNI, salah satunya adalah penghapusan larangan bagi TNI dan prajurit untuk berbisnis. Menurut Fahmi, TNI sebaiknya tidak terlibat dalam bisnis dalam bentuk apapun.

“Keterlibatan TNI dalam dunia usaha di masa lalu telah terbukti menimbulkan berbagai persoalan, baik dalam hal profesionalisme maupun akuntabilitas keuangan institusi militer,” ungkap Fahmi.

Fahmi menambahkan, jika tujuan revisi ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit, maka jalannya bukan dengan membuka ruang bagi bisnis, melainkan dengan memastikan adanya dukungan anggaran yang cukup dari negara serta pengelolaan dana pertahanan yang transparan dan akuntabel. (nhn)

Berita Terkait

Berita Terbaru

INFRAME

Sjafrie Sjamsoeddin Menerima Kunjungan Menteri Pertahanan Vietnam

Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoeddin menerima kunjungan kehormatan Menteri Pertahanan Vietnam Phan Van Giang di Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI, Jakarta, Senin (10/3).

Edisi Terbaru

Subscribe hubungi bagian Sirkulasi
WhatsApp 0811 8868 831
isi form subscribe

Baca juga

Populer