Jakarta, IDM โ Kesetaraan gender dan keterlibatan penuh perempuan di bidang militer merupakan hal krusial dalam upaya memelihara dan mempromosikan perdamaian maupun keamanan.
Dalam hal itu, Program Pelatihan Kerja Sama Militer Kanada (MTCP) bermitra dengan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) menggelar simposium ‘Kepemimpinan yang Responsif Gender’ di Jakarta, Sabtu (14/12).
Simposium ini merupakan serangkaian diskusi panel sekaligus menandai penutupan kursus ‘Integrasi Perspektif Perempuan dan Gender di dalam Angkatan Bersenjata’ yang digelar selama lima hari di Jakarta sejak 9 Desember lalu. Tidak hanya Indonesia dan Kanada, total 40 partisipan dengan 28 perempuan dan 12 laki-laki juga berasal dari Vietnam, Malaysia serta Filipina.
Baca Juga: Rusia Luncurkan Serangan Udara Skala Besar ke Infrastruktur Energi Ukraina
Para partisipan saling berdiskusi terkait budaya organisasi dan potensi praktik dalam mendorong kemajuan agenda Perempuan, Perdamaian dan Keamanan di Indonesia maupun di kawasan.
“Tujuan simposium ini adalah untuk menghadirkan para pemimpin senior guna membahas cara-cara para pemimpin ini dan berbagi praktik terbaik. Para pemimpin memainkan peran penting dalam mendorong kontribusi organisasi terhadap kesetaraan gender dalam hak-hak perempuan,” kata Y.M Jess Dutton Duta Besar Kanada untuk Indonesia dan Timor-Leste.
“Namun, agar benar-benar berhasil, hal ini harus melampaui sekadar kepemimpinan dalam suatu organisasi. Setiap orang dapat dan harus mengadvokasi perubahan, karena keseteraan dan inklusivitas gender tidak hanya baik bagi perempuan tetapi juga baik bagi masyarakat secara keseluruhan. Kesetaraan gender bukanlah isu perempuan, melainkan isu masyarakat,” sambungnya.
Baca Juga: AS Kembali Umumkan Bantuan Militer untuk Ukraina Senilai $500 juta
Sementara, Letnan Kolonel Melanie Lake, mengatakan bahwa kepemimpinan yang responsif gender adalah ketika pemimpin memanfaatkan posisi mereka untuk secara aktif bekerja menuju kesetaraan gender dan hak-hak perempuan, baik di militer maupun melalui kegiatan eksternal.
Menurutnya, tantangan keamanan yang semakin dinamis menuntut beragam suara dari sudut pandang berbeda. Sehingga, menuntut lebih banyak pertimbangan solusi termasuk dari perempuan.
“Kepemimpinan yang responsif gender adalah fondasi tempat kita membangun lembaga yang lebih kuat dan masyarakat yang lebih tangguh. Budaya yang inklusif dan penghapusan hambatan membuka spektrum penuh potensi kita. Sehingga meningkatkan kemampuan kolektif untuk mengatasi tantangan global yang paling kompleks,” imbuhnya, yang juga Petugas Penghubung Angkatan Bersenjata Kanada untuk Duta Besar Kanada untuk Perempuan, Perdamaian dan Keamanan. (bp)