Jakarta, IDM โย Korps Marinir memiliki keunikan tersendiri di antara sejumlah komando utama operasi TNI. Pasukan “Hantu Laut” ini terkenal dengan kekuatan dan kegigihannya sekaligus humanis dengan masyarakat.
Komandan Korps Marinir (Dankormar) Mayjen (Mar) Endi Supardi menjelaskan, humanis adalah senjata utama untuk prajurit baret ungu. Doktrin tersebut sangat melekat secara turun-temurun sejak masa pendidikan hingga di satuan yang lingkupnya paling kecil (kompi).
“Inilah keunikan Korps Marinir, seperti dua sisi koin yang berbeda. Di satu sisi kami prajurit yang harus punya kekuatan lebih sebagai pendarat pertama di garis pertempuran, tapi (saat) kami di tengah masyarakat, mereka tidak takut,” jelasnya dalam siaran podcast di YouTube TNI AL, dikutip di Jakarta, Senin (18/11).
Baca Juga:ย TNI AD Gagalkan Penyelundupan Mobil Land Cruiser dari Malaysia, Harganya Lebih dari 1 Miliar
Jenderal bintang dua ini menceritakan kisah para prajurit Marinir yang ikut meredakan ketegangan dan kericuhan di wilayah Jakarta, pada 1998 silam. Cara persuasif yang dilakukan para anggota Marinir kala itu menuai pujian dari masyarakat. Tidak ada senjata, hanya dialog agar massa tidak melakukan aksi destruktif.
“Kami sebagai salah satu pelaku sejarah di 1998. Doktrin dari para senior terdahulu kepada kami sebagai generasi penerus, pendekatan humanis adalah senjata paling utama untuk Korps Marinir, yang mana kekuatan kami tidak akan punya apa-apa, apabila tidak bersama rakyat. Artinya, bagaimana caranya rakyat ini ada di pihak kami,” sambungnya.
Baca Juga:ย HUT Ke-79 Marinir, Dankormar Tunggu Prabowo Pulang: Beliau Pasti Ingat Kami
Doktrin humanis, lanjut Endi, tidak terbatas pada teori dan sosialisasi semata. Marinir ditanamkan nilai-nilai empati dan kebersamaan dari kepemimpinan komandan satuan atas sampai paling bawah, seperti peleton dan kompi. Contohnya, para pimpinan tersebut tak segan mengunjungi kediaman para prajurit atau anak buahnya.
“Kami jalan, main ke rumah prajurit, lihat kondisi rumahnya, kesulitan mereka seperti apa sehingga antara prajurit dengan perwira menjadi satu kesatuan utuh dan kuat, termasuk masyarakatnya. Mohon maaf, karena Marinir kan tidak punya perumahan, sedikit sekali. Mungkin kalau di TNI AD lengkap dengan perumahannya, di Marinir tidak rata, tersebar,” ungkap pria kelahiran Majalengka ini.
Dikarenakan hidup berdampingan secara langsung dengan masyarakat, Marinir dengan mudah bersosialisasi. Justru, para prajurit baret ungu di tengah masyarakat lebih mudah dikenal dan berbaur.
Baca Juga: Perintah Pangkostrad Ramai-ramai Prajurit Tes Urine
“Apabila ada kejadian demo di jalan, mereka berpikir dua kali karena menganggap kami mungkin sebagai saudara atau tetangga. Oleh karena itu, Marinir tidak pernah berbuat sesuatu yang memalukan. Inilah mungkin saat ketemu ribuan masyarakat di 1998, mereka bukannya melempar dan mencaci, justru malah (menyambut) Marinir,” ujar Endi.
“Mohon kita melihatnya harus general, bukan berarti Marinir spesial, tidak. Tapi sekali lagi ini adalah ketulusan hati kami untuk mengabdi pada bangsa dan negara dan kami juga bagian dari masyarakat. Lahir dari masyarakat dan kami harus mengabdi ke masyarakat,” pungkasnya. (at)