Kamis, 25 April 2024

Air Refueling, Strategi Pesawat Militer Tambah Jarak Tempuh dan Daya Angkut

BACA JUGA

Jakarta, IDM – Pengisian bahan bakar di udara atau lebih dikenal dengan air refueling menjadi bagian penting dalam pelaksanaan sebuah misi. Air refueling juga menjadi salah satu kemampuan yang harus dikuasai oleh seorang penerbang jet tempur (fighter).

Melansir laman TNI AU, tni-au.mil.id, teknik pengisian bahan bakar di udara dilakukan untuk menambah jarak tempuh/jelajah pesawat. Jika seorang fighter memiliki kemampuan air refueling maka ia tidak perlu kembali ke pangkalan udara untuk mengisi bahan bakar di tengah pelaksanaan misi.

Selain menambah daya jelajah/tempur, teknik yang sama juga dapat menambah daya angkut pesawat. Dalam penerbangan, sebuah pesawat memiliki kemampuan terbatas untuk mengangkut muatan yang kerap dikenal dengan istilah MTOW (maximum take off weight).

air refueling
Pesawat tanker KC-46 Pegasus dan pesawat tempur F-16 milik US Air Force saat melakukan air refueling dengan teknik “Boom and Receiver”. (Foto: Dok. Boeing)

Dalam sebuah misi, tidak jarang pesawat militer harus membawa berbagai macam persenjataan yang berpotensi menambah berat pesawat atau MTOW cukup signifikan. Untuk itu, mengurangi bahan bakar pesawat menjadi solusi. Sementara untuk menutupi kekurangan bahan bakar, nantinya akan dilakukan proses air refueling.

Air refueling bukanlah hal yang baru. Menilik sejarah, teknik pengisian bahan bakar di udara ini berhasil dilakukan pertama kali oleh US Army Air Service, yang merupakan cikal bakal US Air Force, pada tahun 1923 dengan menggunakan pesawat biplane DH-48.

Pengisian bahan bakar di udara umumnya dilakukan dengan mengunakan pesawat khusus yang kerap dikenal dengan pesawat tanker. Pesawat tanker merupakan modifikasi pesawat angkut yang dapat mengangkut tangki bahan bakar. Di bawah sayap pesawat tanker tersebut akan terpasang air refueling pot yang berisi semacam selang yang terulur saat proses pengisian bahan bakar di udara dilakukan.

Secara umum, terdapat dua teknik dalam melakukan air refueling yaitu sistem Probe and Drogue serta sistem Boom and Receiver. Probe and Drogue merupakan sistem pengisian bahan bakar di udara yang paling umum digunakan oleh para penerbang di dunia.

Probe and Drogue dalam prakteknya dilakukan dengan posisi pesawat tanker yang berada di depan pesawat penerima. Keduanya harus berada pada posisi yang sejajar horizontal. Terbang pada kecepatan yang sama, saat kedua pesawat siap, pilot pesawat tanker akan menjulurkan drogue yang kemudian akan terkoneksi dengan probe pesawat penerima.

Berbeda dengan Probe and Drogue, pada metode yang kedua yakni Boom and Receiver, sistem pengisian bahan bakar dilakukan dengan cara pesawat tanker akan menurunkan boom kaku ke lubang nosel pesawat penerima yang umumnya terletak di punggung pesawat. Melalui teknik ini, pengisian bahan bakar dapat dilakukan lebih cepat lantaran debit aliran bahan bakar dapat lebih besar.

Baca: KCR 60M ke-5 Sukses Uji Senjata Utama

Membahas kemampuan air refueling TNI Angkatan Udara (TNI AU), penjaga dirgantara Indonesia ini telah memiliki kemampuan untuk mengisi bahan bakar di udara sejak tahun 1980-an. Melansir aviahistori, pesawat tempur TNI AU yang pertama kali berhasil melakukan air refueling adalah Douglas A-4E Skyhawk. Dengan kemampuan ini, Skyhawk bahkan bisa beroperasi sampai ke titik terluar kepulauan Indonesia.

Sejak saat itu hingga sekarang, TNI AU juga tercatat telah melakukan sejumlah latihan air refueling dengan melibatkan pesawat tanker C-130 Hercules dan pesawat tempur, baik F-16 maupun Sukhoi. (yas)

BERITA TERBARU

INFRAME

Panglima TNI Pimpin Serah Terima Jabatan KSAU

Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto menyerahkan bendera panji Swa Bhuwana Paksa kepada Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) yang baru Marsekal TNI Mohamad Tonny Harjono. Upacara serah terima jabatan (sertijab) tersebut berlangsung di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (5/4).

EDISI TERBARU

sidebar
ads-custom-5

POPULER